2014/05/07

Hancurkan! Beban-Beban Dibalik Sayap ‘Garuda’


Masyarakat Indonesia turut dalam tarian bersama. Mereka gembira karena timnas telah menyuguhkan permainan atraktif nan indah yang sudah lama menghilang. Juaranya Timnas U-19 di Piala AFF 2013 menjadi efek dari ‘kegembiraan’ para pemain timnas saat memainkan bola.  Seluruh elemen masyarakat dari petinggi negara hingga rakyat jelata, bahkan pengemis di pinggir jalan lantas bisa berkomunikasi tanpa jeda dalam satu bahasa, bahasa bola. Benar-benar tak ada lagi sekat diantara mereka. Jutaan  orang di pinggir-pinggir jalan, di jejaring sosial dunia maya, di kantor-kantor, pabrik-pabrik, bahkan di istana negara, semua menjelma menjadi komentator bola yang ulung. Semua berharap dan berdoa, ‘Garuda’ terbanglah yang tinggi.
Akan tetapi, kegembiraan itu terasa dicerabut dari akarnya tatkala ‘Garuda SENIOR’ ternyata tak mampu terbang lebih tinggi. Garuda senior tak kuasa menahan betapa sakit sayapnya karena begitu banyak beban-beban yang harus dibawa terbang. Garuda senior kelelahan. Garuda senior harus turun ke bumi dan beristirahat. Ya, kalimat ini sangat cocok untuk menggambarkan bagaimana kondisi timnas senior Indonesia saat ini. Saat timnas Garuda jaya (U-19) sedang menemukan kegembiraan sepak bola dan menemukan ‘ruh’ nya yang telah lama hilang, ternyata mereka-mereka yang mengaku orang-orang dewasa justru kembali memainkan angka. Sepak bola yang begitu indah kembali menjadi sekedar permainan angka. Pejabat dan petinggi politik, yang dulu tak tahu menahu tentang sepak bola, berbondong-bondong berusaha mengendarai olah raga masa kini. Mereka berusaha mendompleng ‘panggung’ baru yang layak dijual, timnas. Jelas ada hitung-hitungan angka dari maksud mereka ini. Hitung-hitungan minimal popularitas guna proyek jangka panjangnya, Pemilu 2014 ini.
Target-targetpun dibebankan pada pemain. Angka-angka baru dimunculkan. Mulai dari bonus sekian miliar sampai hibah tanah sekian hektar dan segala macam tetek bengek lain yang tidak ada kaitannya dengan kegembiraan sepakbola. Akibatnya tak hanya ‘Garuda senior’, Garuda jaya pun akan keberatan. Tak akan sanggup  menahan angka-angka itu. Seketika kegembiraan itu hilang, dan apa yang terjadi? Tentu saja kesedihan (lagi). Apabila ‘Garuda’ dipenuhi beban-beban berat di sayapnya.
Permainan Timnas Indonesia rata-rata masih monoton. Benteng pertahanan yang termahsyur layaknya kawat dan besi terlihat keropos bak kapas saat ini. Kadangkala pemain cepat merasa puas dan hanya terpaku mengejar angka, membuka skor, bukan malah memainkan sepak bola indah nan ciamik untuk melahirkan gol. Belum lagi. Para pemain seharusnya menendang bola dengan gembira tanpa tekanan. Seharusnya mental tak selemah itu.
Memang,  kalah menang itu adalah soal biasa. Tetapi, permainan cantik dan atraktif akan tetap dikenang. Sementara sang juara kadang hanya sebatas deretan angka dalam statistik. Lihatlah! Belanda tak pernah juara piala dunia, tetapi permainan total football, tim ‘oranye’ hingga tiga kali mencapai final piala dunia yaitu 1974, 1978, dan terakhir 2010 begitu membekas dan  sulit dilupakan bak sihir. Begitu pula timnas Hungaria yang menyuguhkan permainan sepakbola terbaik sepanjang masa di Piala Dunia 1954. Permainan mereka memperlihatkan kegembiraan bagi penggila bola. Walaupun takdir mereka adalah juara tanpa mahkota.
Terlepas dari semua hal diatas, para pemain Indonesia haruslah tetap memainkan keceriaan dan kegembiraan sepak bola. Tendang jauh-jauh dan buang saja segala beban yang menempel dipundak dan sayap-sayapmu. Hari ini atau esok, tetaplah gembira saat memainkan bola. Tetaplah kepakkan sayap selebar dan sekuat mungkin. Dan bawalah kegembiraan itu untuk seluruh rakyat Indonesia. Terbanglah setinggi mungkin dan bebaskan sayapmu dari beban-beban yang memberatkanmu, Garuda jaya!