Akan
tetapi, kegembiraan itu terasa dicerabut dari akarnya tatkala ‘Garuda SENIOR’
ternyata tak mampu terbang lebih tinggi. Garuda
senior tak kuasa menahan betapa sakit sayapnya karena begitu banyak beban-beban
yang harus dibawa terbang. Garuda senior kelelahan. Garuda senior harus turun
ke bumi dan beristirahat. Ya, kalimat ini sangat cocok untuk menggambarkan
bagaimana kondisi timnas senior Indonesia saat ini. Saat timnas Garuda jaya
(U-19) sedang menemukan kegembiraan sepak bola dan menemukan ‘ruh’ nya yang
telah lama hilang, ternyata mereka-mereka yang mengaku orang-orang dewasa justru
kembali memainkan angka. Sepak bola yang begitu indah kembali menjadi sekedar
permainan angka. Pejabat dan petinggi politik, yang dulu tak tahu menahu
tentang sepak bola, berbondong-bondong berusaha mengendarai olah raga masa
kini. Mereka berusaha mendompleng ‘panggung’ baru yang layak dijual, timnas.
Jelas ada hitung-hitungan angka dari maksud mereka ini. Hitung-hitungan minimal
popularitas guna proyek jangka panjangnya, Pemilu 2014 ini.
Target-targetpun
dibebankan pada pemain. Angka-angka baru dimunculkan. Mulai dari bonus sekian
miliar sampai hibah tanah sekian hektar dan segala macam tetek bengek lain yang
tidak ada kaitannya dengan kegembiraan sepakbola. Akibatnya tak hanya ‘Garuda
senior’, Garuda jaya pun akan keberatan. Tak akan sanggup menahan angka-angka itu. Seketika kegembiraan
itu hilang, dan apa yang terjadi? Tentu saja kesedihan (lagi). Apabila ‘Garuda’
dipenuhi beban-beban berat di sayapnya.
Permainan
Timnas Indonesia rata-rata masih monoton. Benteng pertahanan yang termahsyur
layaknya kawat dan besi terlihat keropos bak kapas saat ini. Kadangkala pemain
cepat merasa puas dan hanya terpaku mengejar angka, membuka skor, bukan malah
memainkan sepak bola indah nan ciamik untuk melahirkan gol. Belum lagi. Para
pemain seharusnya menendang bola dengan gembira tanpa tekanan. Seharusnya mental
tak selemah itu.
Memang, kalah menang itu adalah soal biasa. Tetapi,
permainan cantik dan atraktif akan tetap dikenang. Sementara sang juara kadang
hanya sebatas deretan angka dalam statistik. Lihatlah! Belanda tak pernah juara
piala dunia, tetapi permainan total
football, tim ‘oranye’ hingga tiga kali mencapai final piala dunia yaitu
1974, 1978, dan terakhir 2010 begitu membekas dan sulit dilupakan bak sihir. Begitu pula timnas
Hungaria yang menyuguhkan permainan sepakbola terbaik sepanjang masa di Piala
Dunia 1954. Permainan mereka memperlihatkan kegembiraan bagi penggila bola. Walaupun
takdir mereka adalah juara tanpa mahkota.
Terlepas
dari semua hal diatas, para pemain Indonesia haruslah tetap memainkan keceriaan
dan kegembiraan sepak bola. Tendang jauh-jauh dan buang saja segala beban yang
menempel dipundak dan sayap-sayapmu. Hari ini atau esok, tetaplah gembira saat
memainkan bola. Tetaplah kepakkan sayap selebar dan sekuat mungkin. Dan bawalah
kegembiraan itu untuk seluruh rakyat Indonesia. Terbanglah setinggi mungkin dan
bebaskan sayapmu dari beban-beban yang memberatkanmu, Garuda jaya!