Oleh: Ahmadun Al Rusdi
Bencana alam
kembali melanda. Masih ingat dengan dahsyatnya tsunami yang melanda Tokyo,
Jepang. Itu bencana internasional. Bencana dalam negeri juga tidak kalah
dahsyat. Beberapa wilayah di Indonesia juga banyak dilanda bencana alam. Sebut
saja banjir bandang di kota Medan yang disinyalir sebagai bencana alam terbesar
sepanjang sejarah kota Medan selain itu banjir bandang di Ciamis, dan banyak
lagi yang lainnya. Indonesia merupakan suatu
negara besar dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Bencana alam seperti
banjir dan tanah longsor, gempa bumi, atau gunung meletus, serta bencana yang
disebabkan oleh manusia akibat konflik/kerusuhan seringkali melanda Indonesia
setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan letak Indonesia yang secara geologis
berada di antara patahan-patahan utama dunia serta lingkar gunung api yang
rentan bencana. Berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB), jumlahencana alam yang terjadi di Indonesia pada tahun 2007 saja tersebut sebanyak 888 peristiwa, yang kemudian meningkat mencapai 1306 peristiwa pada tahun 2008.
Bencana dan Musibah
Apapun yang terjadi, yang justru paling parah mengalami
musibah di atas adalah para kaum marginal, kaum terpinggirkan dan bahkan kaum
yang secara ilegal banyak membangun perumahan di bantaran kali. Pada waktu
musibah terjadi, mereka kedinginan, kelaparan dan terpaksa mengungsi di
tempat-tempat penampungan darurat seadanya. Bencana tsunami di Aceh
contohnya, selain merengut lebih dari 200.000 korban jiwa, bencana dahsyat ini
juga membuat sekitar empat juta orang menjadi pengungsi, dan satu juta orang
lainnya masih terpengaruh hidupnya sampai saat ini.
Melihat hal
tersebut, pengungsi merupakan kelompok yang harus
diperhatikan keselamatannya, mereka merupakan komunitas yang masih hidup. Penanganan
pengungsi yang baik dapat mencegah bencana
kemanusiaan lebih lanjut. Kondisi di tempat pengungsian seringkali serba terbatas, baik dari segi
infrastruktur maupun fasilitas penunjang hidup lainnya, terutama ketersediaan pangan. Hal ini membawa dampak timbulnya masalah
kesehatan dan gizi bagi para pengungsi. Tempat pengungsian yang baik haruslah
dapat menjadi tempat berlindung yang aman dan representatif bagi pengungsi.
Faktor-faktor seperti ketersediaan air, fasilitas menyusui, MCK, kebersihan,
dan makanan adalah sangat vital untuk sebuah tempat pengungsian. Penyediaan pangan bagi para pengungsi
sejauh ini, belum dilakukan secara maksimal, yaitu hanya dengan mengirimkan
makanan atau memasak makanan ala kadarnya dan makanan yang diberikan kepada
pengungsi masih jauh dari kata bergizi, kalaupun makanan tersebut bergizi,
namun keamanannya sangat rentan untuk dikonsumsi para pengungsi.
Selain distribusi pangan yang buruk tadi, transportasi,
energi, dan aliran listrikpun dipadamkan demi keamanan, yang kemudian
menimbulkan kepanikan, kesulitan, dan berbagai hal yang abnormal. Peristiwa ini harus disikapi dengan kesiapan
pemerintah di berbagai sektor, mengingat
potensi bencana di Indonesia masih sangat besar terlebih lagi dengan fenomena
pengaruh perubahan iklim global yang diyakini juga semakin berkontribusi
terhadap terjadinya bencana alam di negara ini.
Apakah Peluang itu?
Di balik musibah, solidaritas nasional justru seringkali
tergalang dengan baik dan terjadi secara spontan dari masyarakat luas tanpa
batas. Bantuan demi bantuan kemanusiaan mengalir. Selain bantuan berupa uang,
produk-produk yang paling sering dijumpai ketika terjadi bencana yaitu ,mie
instan, roti, biskuit dan air dalam kemasan, yang langsung dapat dikonsumsi
tanpa kesulitan. Catatan Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) tahun 2010 menyebutkan bahwa beras dan mie instan merupakan 70%
bantuan yang pertama kali dikirim dan disediakan saat bencana berlangsung,
selain obat-obatan Lain halnya dengan bantuan berupa
makanan pokok seperti beras yang harus dimasak terlebih dahulu, sehingga
memerlukan air, energi panas, dan alat-alat memasak serta relawan sehat yang
tentunya mampu memasak. Tentu ini menjadi kurang efisien.
Bencana
alam bencana alam tidak pernah dapat diprediksi datangnya secara pasti,
sehingga tidak banyak pihak yang banyak pihak yang selalu siap sedia
menghadapinya. Setiap bencana terjadi, dimanapun, di darat, di laut, di gunung
ataupun di sungai, kebutuhan utama yang perlu ada adalah pangan siap santap
yang berkalori serta bergizi tinggi serta tidak mudah rusak oleh air,
kelembapan atau udara yang panas. Melihat ini semua, tentu “kaca mata” lain
melihat ada peluang bisnis yang menjanjikan dan penuh tantangan.
Peluang
usaha menjanjikan yang sekaligus bisa menjadi “pahlawan” saat terjadi bencana,
salah satunya adalah bisnis pangan darurat. Penciptaan pangan darurat atau Emergency Food Product (EFP) yang dapat memenuhi kebutuhan energi
harian manusia dalam keadaan darurat, dapat langsung dikonsumsi, dan bercita rasa sesuai dengan selera penduduk Indonesia. Melihat
kondisi Indonesia dan bahkan dunia yang sangat rawan bencana, bisnis pangan
darurat ditaksir akan menjadi bisnis idola kedepannya. Beberapa pangan darurat
yang sudah terkenal, diantaranya produk-produk industri seperti mie instan,
roti, cookies,susu, minyak goreng, dendeng dan makanan kalengan. Makanan ini
dipilih karena mudah didistribusikan, dikonsumsi, dan praktis sehingga cocok
untuk kondisi bencana. Bisnis lain yang lebih kreatif dan juga mulai di
kembangkan di beberapa negara rawan bencana yaitu “Snack Attack” atau serangan makanan camilan. Makanan ini saat ini
mulai “mengambil’ hati konsumen, terutama negara maju rawan bencana seperti AS.
Untuk di Indonesia sendiri, pasaran snack juga diprediksikan akan terus
berkembang. Melihat peluang ini, penggalakan usaha pangan terkemas seperti
snack terutama berbahan baku pangan lokal perlu digalakkan. Oleh karena itu,
para entrepreneur Indonesia perlu menggalakkan agroindustri pangan nasional
yang secara langsung dapat menghela pertumbuhan agribisnis di Indonesia selain
sebagai mitigasi bencana yang kapan saja mengancam kita.